Selasa, 03 Oktober 2017

GAGAL GINJAL TAPI TIDAK GAGAL IMAN (2)

GAGAL GINJAL TAPI TIDAK GAGAL IMAN (2)

Tanggal 24 Desember 2014 siang saya mengalami sesak napas dan mual-mual. Karena tidak kuat, saya minta dibawa ke rumah sakit. Sesampai di rumah sakit sayapun diinfus dan diberi obat untuk meredakan sakit mual-mual. Kurang lebih tiga jam setelah diinfus saya merasakan rasa mual mulai hilang. Tapi Dokter menganjurkan saya untuk opname dan diobservasi lebih jauh karena melihat kreatin saya cukup tinggi yaitu 7.3, tapi saya menolak untuk rawat inap mengingat malamnya saya akan memimpin ibadah malam natal. Walau dengan kekuatan yang menurun dan muka mulai kelihatan pucat pasi, saya merayakan natal bersama dengan jemaat. Sepulang dari Ibadah Malam Natal tersebut saya merasakan tubuh menjadi lemah dan tidak bisa makan. Sepanjang malam terus tersiksa dengan perut mual dan melilit, bahkan esok harinya tanggal 25 Desember merasakan kondisi fisik semakin berat dan badan mulai sesak napas, mual, muntah dan tubuh gemetaran. Akhirnya saya memutuskan kembali ke rumah sakit dan mendapat penanganan medis secara khusus. Sesampai di rumah sakit saya diinfus dan diambil darah untuk diobservasi tentang penyakit yang saya alami. 

Beberapa jam kemudian saya mendapatkan laporan bahwa saya mengalami radang pankreas. Hasil pemeriksaan darah, Pancreatic amylasemencapai 86 (normal < 53), dan Lipasemencapai 112 (normal < 60).  Dan dari hasil pemeriksaan darah, ureum dan kreatinin saya juga naik dalam waktu  dua hari. Ureum dari 174 menjadi 214 (normal 19 – 44). Sedangkan kreatinindari 7.3 menjadi 8.4 (normal 0.9 – 1.3).  Akibat radang pankreas dan ureum yang tinggi maka saya mengalami kondisi tubuh yang lemah disertai mual, muntah-muntah dan sesak napas. Dokter memutuskan untuk cuci darah sebab jika tidak akan membahayakan organ tubuh yang lain. Sebelum menjalani cuci darah (hemodialisis) saya harus menjalani operasi kecil atau anestesi. Anestesi atau pembiusan adalah pengurangan atau penghilangan sensasi untuk sementara, sehingga operasi atau prosedur lain yang menyakitkan dapat dilakukan. Setelah anestesi maka operasi dilanjutkan dengan pemasangan mahurkar di bagian bawah leher. Mahurkar ini dipakai sebagai alat untuk mencuci darah, di mana dilengkapi dengan pipa sementara yang dihubungkan dengan mesin dialisis. Mahurkar ini bersifat sementara dan hanya dipakai dalam waktu 2-3 minggu. Setelah itu proses cuci darah bisa menggunakan double lumen yang dipasang di dada kanan atas. Double lumen juga bersifat temporer di mana hanya bisa dipakai sekitar dua tahun. Alternatif lain untuk cuci darah biasanya lewat lengan (cimino), yang bisa dipakai untuk jangka waktu yang lama dan permanen.

Selama tanggal 25 Desember 2014 sampai 25 Januari 2015 saya harus masuk keluar Rumah Sakit Gading Pluit sebanyak tiga kali. Pengalaman yang penuh dengan kesesakan atau yang sering disebut “hidup dalam lembah”. Lembah memiliki arti masalah, penderitaan, dan kesukaran. Pengalaman hidup dalam Lembah Air Mata saya alami ketika berada di rumah sakit, di mana karena kesakitan yang luar biasa membuat saya mencucurkan air mata. Radang pankreas dan ureum yang tinggi membuat perut terasa mual dan berulangkali muntah disertai sesak napas. Selama di rumah sakit saya sukar tidur dan cenderung mengarah ke insomnia. Bersyukur memiliki isteri yang setia, yang mendampingi saya di rumah sakit selama 24 jam tiap hari. Hampir tiap malam pun isteri tidak bisa tidur dengan nyenyak karena berulangkali terbangun dan mendampingi saya.

Saking beratnya penderitaan yang saya alami, air mata pun berulang kali tumpah. Maklum, baru pertama kali ini saya harus menjalani operasi dan dirawat cukup lama di rumah sakit. Dari orang yang takut dengan jarum suntik, sampai menjadi pesakitan yang setiap hari berhadapan dengan jarum suntik. Mungkin bagi orang lain, apa yang saya alami dianggap biasa dan tidak menyakitkan, tapi bagi saya pribadi pengalaman traumatis dan tekanan psikis disertai kesakitan secara fisik membuat saya merasa berada di lembah kekelaman. Namun saya ingat akan janji Tuhan bahwa saat kita berada dalam lembah kekelaman DIA tetap beserta kita. “Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku” (Mazmur 23:4).

Ketika menjalani cuci darah pertama kali, ternyata pembuluh darah saya sempat pecah dan di lengan mengeluarkan darah (di bawah kulit), akibatnya lengan membengkak dan berubah menjadi merah keunguan. Bahkan malamnya tiba-tiba gusi juga mengeluarkan darah yang cukup banyak. Kata Dokter, saya rupanya tidak tahan dengan heparin (yaitu obat yang sering diberikan terus-menerus untuk mengencerkan darah sehingga kecenderungan penggumpalan darah berkurang dari sebelumnya). Melihat kondisi seperti ini saya berpikir bahwa saya tidak akan tahan jika menggunakan metode hemodialisis, karena itu alternatif lain saya ambil, yaitu menggunakan CAPD.

CAPD adalah singkatan dari Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis. Continous berarti proses dialysis tersebut berlangsung terus-menerus, sedangkan ambulatory berarti penderita dapat beraktivitas seperti biasa dengan metode ini. Peritoneal berasal dari kata peritoneum, yakni selaput tipis di perut dimana selaput ini yang menjadi tempat berlangsungnya dialisis. Sementara dialysis adalah suatu istilah medis untuk pembuangan semua produk tubuh yang tak berguna dari darah. CAPD merupakan bagian dari dialisis peritoneal, yakni suatu metode yang dikembangkan untuk menghilangkan racun dan kelebihan air dari tubuh manusia. Metode-metode semacam ini timbul karena adanya kerusakan pada ginjal dimana ginjal tidak mampu berfungsi seperti normal; karena itu perlu dicari pengganti ginjal. Dalam metode ini, penggantinya adalah organ tubuh manusia yang disebut peritoneum(bandingkan dengan hemodialisis yang memakai mesin). Peritoneum itu sendiri merupakan selaput tipis yang terletak pada perut manusia, menyelubungi organ-organ tubuh yang terletak dalam perut.

Prinsip kerja CAPD sebenarnya cukup sederhana. Cairan dialysis (dikenal dengan istilah dialisat) dimasukkan melalui sebuah kateter (selang kecil) yang menembus dinding perut sampai ke dalam rongga perut. Cairan harus dibiarkan selama waktu tertentu sehingga limbah metabolik dari aliran darah secara perlahan masuk ke dalam cairan tersebut. Setelah itu, cairan tersebut dikeluarkan, dibuang, dan diganti dengan cairan dialisat yang baru.

Ternyata, setelah dipasang kateter di perut (CAPD) masalah baru muncul. Pertama kali ketika dicoba memasukkan cairan dialisat di rongga perut dan dilakukan pembilasan pasca operasi, semua berjalan dengan lancar. Pembilasan berikutnya terjadi masalah, karena cairan dialisat sulit masuk, sehingga kantung dialisat dipejet-pejet agar bisa masuk. Tapi saat pembilasan untuk mengeluarkan cairan dialisat ternyata tidak bisa keluar cairannya. Akibatnya perut seperti “begah” dan terasa mules, sakit sekali.

Akhirnya, saya harus rawat inap lagi dan Dokter menganjurkan untuk menjalani operasi dengan laparaskopi agar dapat memastikan apa penyebab slang kateter CAPD tidak bisa mengeluarkan cairan dialisat.  Laparoskopiadalah jenis prosedur pembedahan di mana sayatan kecil dibuat, biasanya di pusar, lalu suatu tabung penglihat (laparoskop) dimasukkan melaluinya. Laroskop adalah instrumen ramping yang pada dasarnya merupakan sebuah teleskop mini dengan sistem serat optik yang dapat menerangi bagian-bagian di dalam perut. Tabung penglihat ini memiliki kamera kecil sebagai mata. Hal ini memungkinkan dokter untuk memeriksa organ-organ perut dan panggul pada layar monitor yang terhubung dengan tabung.

Setelah di laparaskopi diketahui ada nanah di slang yang menyumbat, sehingga cairan tidak bisa keluar. Selain ada nanah saya juga mengalami infeksi darah (setelah diperiksa darahnya). Satu pertanyaan timbul, dari mana nanah ini bisa menyumbat slang kateter? Mengapa terjadi infeks darah? Maka Dr. BarlianSutedja, Sp.B (yang mengoperasi dan laparaskopi) dan Dr. J.Widodo Sutandar Sp.PD, KGH (dokter spesialis ginjal) mengambil dan membersihkan nanah dari slang kateter dan sekaligus melakukan pemeriksaan melalui kultur darah, yaitu: pemeriksaan yang dilakukan dengan cara mengisolasi dan mengidentifikasi kuman organisme berbahaya yang menyebabkan bakteremia (invasi bakteri dalam darah) dan septisemia. Dari hasil kultur darah ternyata ditemukan bakteri acinetobacter Baumanii di dalam rongga perut. Karakteristik dari bakteri ini adalah aerobik, berbentuk koko-basil, dan dapat dengan cepat tahan (resisten) terhadap berbagai antibiotik. Karena bakteri ini cukup bandel dan sulit dilumpuhkan dengan berbagai antibiotik maka membutuhkan perawatan yang cukup lama. Tapi puji Tuhan, akhirnya ada  antibiotik yang disuntikkan yakni tygacil, dapat membunuh bakteri ini.

Untuk membunuh bakteri itu ternyata tidak hanya disuntik, perut harus kosong (menjalani puasa sampai satu minggu, sari makanan dikirim melalui infus). Di samping itu slang kateter CAPD yang sudah terpasang harus dilepas semua. Saya harus menjalani operasi lagi. Selama opname di rumah sakit, lima kali saya harus masuk keluar ruang operasi. Dan ada tujuh tusukan bekas operasi di sekujur badan saya. Sehingga dalam hati saya bergumam “CAPek Deh”  (CAPD).

Tiga minggu selama di rumah sakit menjadi waktu yang terasa panjang dan melelahkan. Di samping mengalami kesakitan  secara fisik, juga berpengaruh terhadap kejiwaan (psikis). Dalam kondisi seperti itu saya menjerit kepada Tuhan dan minta kekuatan iman, agar jangan sampai iman menjadi gugur dan kemudian menyalahkan Tuhan. Lawatan Tuhan dan jamahan kasih-Nya begitu dahsyat saya rasakan selama saya berada di rumah sakit. Dalam keadaan sukar tidur menjadi kesempatan bagi saya untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Mendengar kotbah yang disampaikan oleh hamba-hamba Tuhan di Radio Prestasi, memuji dan menyembah Tuhan sambil merenungkan apa rencana dan kehendak Tuhan di balik derita yang saya alami.

Saat keluar dari RS Gading Pluit pada 25 Januari 2015, saya merasa seperti menghirup udara bebas di luar. Perasaan diliputi dengan sukacita yang tak terkira, namun hati kecil saya ada perasaan menyesal, mengapa rencana pemasangan CAPD untuk membantu fungsi ginjal saya koq akhirnya gagal? Saya belum mendapatkan jawaban yang pasti, hanya Tuhan saja yang tahu dan mengatur semua ini. Kelak saya akan menggunakan CAPD lagi atau Hemodialisis atau transplantasi ginjal menjadi pertanyaan besar bagi saya.  Satu tekad saya, jika Tuhan masih memberi umur panjang, saya akan tetap setia mengiring Dia dan melayani Dia lebih sungguh-sungguh. Karena itu sepulang dari rumah sakit tanggal 25 Januari 2015 dalam kondisi tubuh yang masih lemas dan membutuhkan recovery, tanggal 04 Februari 2015 saya sudah menyampaikan firman Tuhan di Ibadah Raya GIA KeGa. Saya percaya bahwa tidak ada yang salah dari keputusan-keputusan Tuhan. Saya tidak mengerti rencana-Nya, namun saya percaya rencana-Nya selalu indah pada waktunya.

BERSAMBUNG....

 

GAGAL GINJAL TAPI TIDAK GAGAL IMAN (1)

GAGAL GINJAL TAPI TIDAK GAGAL IMAN (1)

Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apa pun.  (Yakobus 1:2-4)

 

Tahun 2000 sebenarnya saya sudah mulai merasakan badan tidak enak, sering sakit kepala dan gangguan di bagian perut. Mulanya saya berpikir karena tensinya drop karena saya cenderung tekanan darahnya rendah, rata-rata 90 / 60. Berulangkali Isteri dan Majelis Jemaat (waktu itu masih di GIA Tanah Mas Semarang) mendorong saya untuk periksa darah di laboratorium, saya selalu menolak karena beranggapan hal ini adalah masalah sakit ringan. Tiap kali kepala saya terasa pening maka saya ambil obat rasa nyeri atau obat sakit kepala, tanpa memeriksakan diri lebih dahulu ke dokter. Kebiasaan minum obat dengan cara sendiri tanpa resep dokter sudah menjadi kebiasaan buruk. Karena jadwal pelayanan yang cukup padat dan sering terkena radang tenggorokan saya pun mengkonsumsi antibiotik tanpa resep dokter.  Ditambah lagi sejak kecil saya kurang suka minum air putih. Satu hari belum tentu minum 1 liter air putih.Karena kurang minum dan sering mengkonsumsi obat-obatan seenaknya itulah  mengakibatkan ginjal saya mengalami gangguan.

Bulan Februari Tahun 2008 ketika diadakan Konvensi para pendeta Gereja Isa Almasih di Kaliurang, sebagai Penasehat Majelis Pusat Harian Sinode Gereja Isa Almasih, saya ikut memimpin sidang dalam salah satu sesi acara konvensi tersebut. Karena acara konvensi diwarnai dengan  perdebatan dan adu argumentasi, maka membuat emosi dan pikiran turut bekerja keras. Sampai suatu hari di acara sesi saya merasa tidak kuat lagi karena kepala terasa sakit sekali dan perut mual-mual. Saya minta panitia untuk mengantar ke rumah sakit terdekat. Setelah diperiksa ternyata tensinya tinggi 200 / 150. Saya sangat terkejut melihat kenyataan ini, karena kecenderungan tensi saya rendah. Sepulang dari acara konvensi tersebut saya kemudian datang ke Dr. Idawati Karjadjaja, Sp.GK, MS  yang selama ini biasa menangani saya bila saya sakit. Ketika ditensi ternyata masih tinggi. Akhirnya Dokter menganjurkan saya untuk general check up di laboratorium. Setelah periksa darah ternyata hasilnya mengejutkan: kreatinin 2.5 mg/dl (normal 0.7 - 1.3), asam urat 9.4 mg/dl (normal 3.5 - 7.2), ureum 67 mg/dl (normal 10 - 50), trigleserid 404 mg/dl (normal <160).

Dokter Ida akhirnya merujuk saya ke Rumah Sakit Gading Pluit untuk dibawa ke dokter internis, spesialis ginjal yaitu Dr. J.Widodo Sutandar Sp.PD, KGH. Dari hasil USG semakin pasti bahwa saya terkena gagal ginjal kronis stadium 3. Kondisi ginjal sebelah kanan dan sebelah kiri mengkerut dan semakin mengecil. Dokter Widodo menganjurkan saya ke dokter ahli gizi dan saya diminta untuk menjalani diet makanan. Di samping itu saya harus bedrest sementara waktu sampai kondisi makin membaik. Kondisi yang ada sebisa mungkin dipertahankan agar fungsi ginjalnya tidak semakin menurun.

Merasa penasaran  dengan hasil diagnosis tersebut, saya mencoba untuk second opinion ke dokter lainnya, yaitu Prof.DR.Dr. Wiguno 
Prodjosudjadi, PhD, SpPD-KGH (RS PGI Cikini). Dari hasil pemeriksaan ulang dan diagnosis dokter kesimpulannya sama bahwa saya terkena gagal ginjal kronis, dan harus dijaga pola makan dan pola kerja sehingga tidak semakin parah kondisinya. Menurut Dokter Wiguno bahwa ada dua macam gagal ginjal yaitu gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronis. Jika gagal ginjal akut masih bisa diobati dan disembuhkan tetapi gagal ginjal kronis sulit untuk disembuhkan kondisinya akan semakin lama semakin menurun fungsi ginjalnya. Pada akhirnya akan menjalani cuci darah atau transplantasi ginjal. Seperti kena sambar halilintar di siang bolong saya shock mendengar apa yang dikatakan Dokter tersebut.

Akhir tahun 2008 kreatinin semakin tinggi (2.8 mg/dl) dan ureum 59 mg/dl. Tapi bulan Januari 2009 terjadi kejutan kreatin turun menjadi 1.9, dan bulan April turun lagi kreatinin menjadi 1.6 dan ureum 50. Melihat hasil yang semakin membaik saya pun berpikir bahwa saya mengalami mujizat kesembuhan dari Tuhan. Sejak saat itu berangsur-angsur saya mengurangi obat-obatan yang diberikan oleh dokter, dan jarang kontrol ke dokter lagi. Saya merasakan tubuh semakin fit dan kondisinya semakin membaik.

Jika tahun 2008 - 2009 saya menjalani diet makanan dengan ketat dan pola kerja pun dijaga, banyak pelayanan di luar pulau dan di luar kota yang dibatalkan. Tapi sejak tahu kondisi saya semakin baik, saya memutuskan untuk melayani Tuhan kembali dimana pun saya diundang pelayanan. Bahkan tahun 2010 saya ikut mission trip ke Hongkong melayani TKW-TKW di sana, dan misi ke Guangzhou Tiongkok. Sukacita dalam pelayanan dan gairah yang menyala untuk mengabdikan hidup bagi kemuliaan nama Tuhan, membuat saya lupa diri dan lupa nasehat dokter.  

Tahun 2010 - 2011 Pola makan dan pola kerja akhirnya seenaknya saja, karena saya merasa sudah sembuh. Ternyata hal ini berdampak buruk bagi kondisi fisik saya. Sampai suatu kali saya merasakan ada sesuatu yang tidak nyaman dalam tubuh saya. Badan sering lemas dan lunglai, tidak kuat dipakai untuk berjalan kaki cukup jauh. Kepala sering pusing karena tensi makin tinggi. Saya kembali coba periksa darah di laboratorium dan kontrol dokter, dan ternyata fungsi ginjal saya semakin melemah. Kreatinin semakin tinggi (2.7) dan ureum (74). Dari bulan ke bulan berikutnya kreatinin dan ureum semakin tinggi.

Awal tahun 2012 fungsi ginjal semakin menurun, kreatinin (3.5) dan ureum (91). Akhir tahun 2012: kreatinin (4.5) dan ureum (101). Berbagai usaha telah kami kerjakan untuk menurunkan kreatinin, baik pengobatan secara tradisional menggunakan herbal maupun minuman sehat, bahkan stem cell placenta rusa. Tapi kreatinin terus semakin naik, badan mulai terasa gatal-gatal, kadang mengalami seperti kram perut, mual-mual dan bahkan sampai muntah. Tidak puas dengan satu dokter saya mencoba alternatif ke dokter lain, diantaranya: dr.Med SalimLim,SpPD,KGH,FAMS,FASN (RS Husada), Dr.Tunggul D.Situmorang, SpPD-KGH (RS MRCCC Siloam Semanggi). 

Tahun 2013 Majelis Jemaat GIA KEGA menyarankan saya berobat ke luar negeri, di antaranya: Dr.Roger Tan (Gleneagles Hospital Singapore), Dr.Lye Wai Choong (Centre for KidneyDiseases) dan Dr.Tan Wee Ming (Sunway Medical Centre Kuala Lumpur). Kesimpulan semua dokter tersebut sama bahwa saya mengalami gagal ginjal kronis, dan fungsi ginjal akan semakin melemah. Jika sudah mencapai 15 persen fungsi ginjalnya maka harus menjalani cuci darah atau transplantasi ginjal. Walau beberapa obat diberikan oleh masing-masing dokter tapi tidak membuat fungsi ginjal menguat, justru semakin melemah tinggal 12 persen. Akhir tahun 2013 kreatinin naik menjadi 5.3 dan ureum 155.

Tahun 2014 dengan semangat pelayanan yang menyala-nyala, saya masih melayani di kota-kota dan di desa-desa, antara lain: Trawas, Surabaya, Krangkeng, Getasan, Salatiga, Semarang, Jamblang, Cirebon, Bandung, dll. Satu kerinduan saya adalah selagi masih bisa bernapas akan melayani Tuhan di manapun saya dipanggil melayani. Walaupun kondisi fungsi ginjal semakin melemah bahkan sampai tinggal 8 persen, kreatinin sudah mencapai 7.1 dan ureum 160 saya tetap bertahan dan terus mengharapkan mujizat dari Tuhan.

BERSAMBUNG....

Kamis, 16 Maret 2017

Biodata Yahya Mulyono

BIODATA

Pdt.Drs.Yahya Mulyono, MA seorang hamba Tuhan yang telah mendedikasikan hidupnya untuk Tuhan sejak remaja. Menyelesaikan S1 Teologia jurusan Konseling Pastoral di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga dan melanjutkan S2 Teologia jurusan Christian Leadership di STT Internasional Harvest Semarang.

Ditahbiskan menjadi Pendeta Muda pada usia 27 tahun di GEREJA ISA ALMASIH Jemaat Pringgading Semarang. Dua tahun berikutnya ditahbiskan menjadi Pendeta. Pernah menggembalakan Jemaat di GIA Tanah Mas Semarang selama lima tahun (1999 - 2004). Saat ini hamba-Nya melayani sebagai Gembala Jemaat di Gereja Isa Almasih Kelapa Gading Jakarta.

Tuhan mengaruniakan istri Pdt.Ariendah Yahya dan tiga Putri: Fonda, Fernanda dan Novenda.

Penulis tinggal di Kelapa Gading Jakarta, dan bisa dihubungi di 0816666645 atau 0818712387 (WA).